Sabtu, 01 Oktober 2011

gerai malam


Memaknai Kebahagiaan

Akan aku ceritakan padamu tentang suatu malam sunyi, hanya ada aku dan keasingan. Hasrat hasrat manis serta susunan hari lalu telah kuringkas dalam air mata suci yang tak perlu mengalir. Inilah airmata yang dicintai. Ia menetes dalam buluh buluh hati, berlinang dalam darah dan berhenti saat masuk dalam pembuluh tawa dunia. Ada masanya kita memandang dunia ini bagai sebuah 'bola yang diperebutkan' dan adakalanya ia menjadi 'bola mati' yang harus kau tinggalkan. Dua matamu akan pedih saat kau memandang kesedihan. Tetapi apakah hatimu melakukan tindakan airmata ketika di atas meja hidupmu, seseorang datang dan meletakkan gunung emas ?.  Airmataku menetes. Sementara, kesedihan tidak pernah menyesal memandangi kita. Kesedihan seperti tamu agung yang berulang kali datang saat jiwa kita tidak pernah merasa siap menikmati segelas airmata anggun. Ia tidak pernah ragu memaksa kita meneguknya. Sekalipun tegukan itu berakhir dengan senyum pahit kematian.

Suatu masa yang lain, tubuh kita berada dalam sungai jiwa, air bening keriangan mengecup tiap pori kita tanpa memilih, kita berenang sesuka perasaan dan mengejar ujung sungai dengan harapan yang tumpah di kepala. Itu kebahagiaan lain, itulah kecintaan darah yang menghubungkan 'arti keluarga dan pembelaan'. Kita pernah bersama perjuangkan harkat untuk jabatan dunia yang membuat kita tersenyum, di airmata lain, kita pernah begitu bahagia mana kala kita mampu menyeka belai mata bunda yang basah dengan saputangan cinta. Berapakalikah airmata tumpah dalam meja hidup kita? aku coba mengingatnya. Dalam ingatan yang lain, suatu malam yang mendera, dalam rasa lapar yang getir, sementara di atas meja dapur hari kita, hanya tersisa sekeping nasi dingin yang kusam.

Kau menangis saat itu.Namun saat mengingatnya, itulah kecupan rasa bahagia. Kebahagiaan terdekat adalah saat kau masih bisa mengenang betapa kau mampu melewati hari-hari sempit penuh nyilu yang meranggas di bukit bukit waktu hingga bintang menggugurkan sinar sajaknya pada sisi hidupmu. Kebahagiaan bukan surga yang lantas harus kau habisi dengan melupakan wangi gelas kesedihan. Kebahagiaan seperti kau berada pada ketinggian menara, kita berdiri bebas melahap angin basah, sementara jauh di depan sana, dalam ufuk langit lain, gunung tinggi yang tak kalah anggun, tengah menyapa kita dengan senyum dingin penuh arti, dalam warna kabut yang sulit kita pelihara.
                                                 Jambi 2010-2011